Minyak gaharu: Agarwood oil produksi Timur
Tengah, namanya dalam bahasa Arab jika diterjemahkan menjadi “Sinar
Surya”. Bahan baku utamanya berasal dari kayu gaharu produksi
Indonesia.
Tidak ada pohon gaharu. Yang ada ialah pohon
penghasil gaharu. Untuk itu perlu disuntik jamur jika kita ingin
membudidayakan pohon penghasil gaharu.
Indonesia a...dalah
penghasil gaharu terbesar di dunia. Namun, apakah kita telah
memproduksi sendiri minyak gaharu dan parfum gaharu kelas super untuk
dijual ke mancanegara?
Jika Anda ingin terlepas dari lilitan
kemiskinan, tanamlah pohon penghasil gaharu. Yang lebih cepat dan afdol
adalah budidaya pohon penghasil gaharu. Untuk itu, perlu ditanam lebih
dulu pohon pelindung, seperti palem, pakis, mahoni, dan pisang yang
membutuhkan kelembaban sebagai tempat favorit bertumbuh suburnya pohon
penghasil gaharu.
Gaharu adalah bahan aromatik termahal di
dunia. Indonesia adalah eksportir gaharu nomor satu dunia. Namun, kuota
ekspor Indonesia per tahun menurun drastis. Dari 456 ton (1999) tersisa
hanya 30 ton (2000). Apakah kuota 2010 kembali menanjak? Tentu tidak.
Penyebabnya yakni adanya penebangan pohon penghasil gaharu di hutan
secara liar, tanpa ada upaya budi daya (peremajaan). Padahal, harga
gaharu kualitas terbaik di pasar internasional berkisar Rp 5 juta s/d Rp
20 juta per kg. Bahkan pernah bertengger di Rp 100 juta per kg. Harga
gaharu kelas paling rendah saja sekitar Rp 50 ribu per kg. Gaharu
merupakan bahan baku untuk parfum elit, kosmetik mahal, obat-obatan
(chemical content), dan ritual keagamaan.
Mahalnya harga gubal
pohon gaharu tersebut menghipnotis banyak orang untuk berlomba
membudi-dayakannya. Selain bernilai ekonomis tinggi, gaharu dapat tumbuh
di hutan tropis. Seluruh komponen gaharu, dari akar hingga ujung daun
memiliki harga tinggi. Namun, pengembangan spesies pohon gaharu saat
ini belum banyak dikenal publik. Hanya orang tertentu saja yang sudah
mengembangkannya. Padahal, budi daya gaharu dapat mendatangkan banyak
uang dalam waktu relatif singkat. Apalagi pohon tersebut dapat tumbuh di
pekarangan rumah. Petani bisa memiliki banyak kesempatan untuk
menanamnya di pekarangannya.
Gaharu sudah dikenal sebagai
komoditas termahal dan konsumsi raja-raja semenjak kerajaan kuno Mesir,
Babilonia, Mesopotamia, Romawi, dan Yunani. Mumi-mumi di Mesir, selain
diolesi kayu manis dan cengkeh, juga diberi minyak mur, minyak cendana,
dan minyak gaharu. Dalam Alkitab, disebutkan bahwa kain kafan Sang
Manusia Ilahi, Ilahi Manusia (Yesus Kristus) direciki aloe. Aloe yang
dimaksud bukan aloevera (lidah buaya), melainkan gaharu. Karena itu,
kayu gaharu disebut aloeswood (kayu aloe). Sinonim lainnya adalah
agarwood, heartwood, dan eaglewood.
Di pasar internasional,
gaharu diperdagangkan dalam bentuk kayu, serbuk, dan minyak. Kayu gaharu
bisa dijadikan bahan kerajinan bernilai tinggi. Minyaknya merupakan
parfum kelas atas. Dupa gaharu dapat dimanfaatkan untuk mengharumkan
ruangan, rambut, tubuh, dan pakaian para bangsawan. Aroma gaharu
digunakan sebagai bahan aromatherapy pada spa-spa elit di Jakarta untuk
ramuan awet muda (anti aging).
Serbuk gaharu digunakan sebagai
dupa (hio) untuk ritual keagamaan, seperti Hindu, Budha, Kong Hu Cu,
Tao, Shinto, Islam, dan Katolik. Kayu gaharu disebut sebagai kayu para
dewa karena aromanya dipercaya bisa mentahirkan peralatan keagamaan.
Bahkan, jikalau gaharu dibakar, maka roh-roh jahat akan hengkang dalam
sekejab. Hanya roh-roh suci, bahkan orang kudus akan datang menghirup
aroma surgawi itu. Mungkin hanya aroma gaharu yang layak mengitari
tingkap-tingkap surga.
Selain untuk ritual keagamaan, parfum,
kosmetik, dan obat-obatan, gaharu sering dikaitkan dengan mitis-magis,
entah faedahnya maupun perburuannya di hutan. Hingga kini, pengambilan
gaharu di belantara masih dilakukan secara tradisional, bahkan dibarengi
ritual magis. Pencarian gaharu di lokasi sulit harus menggunakan
pesawat terbang atau helikopter. Hilangnya beberapa pesawat terbang dan
helikopter pencari gaharu di hutan Kalimantan memperkuat kesan
mistiknya.
EQUATOR Development Advisor (EDAR) merupakan anggota
Konsorsium ‘Berlian Hijau’ yang peduli akan kepunahan spesies gaharu,
khususnya dan manfaat ekonomis tinggi, berupaya melakukan budi daya
semua jenis gaharu yang ada di dunia (34 spesies) secara profesional
serta ditunjang oleh kajian akademis dan para pakar gaharu dari IPB,
UGM, LIPI, Badan Litbang Departemen Kehutanan, Institut Pertanian, dan
lain-lain.
Dengan program Gerakan Gaharunisasi Nusantara
(GEGANA), yang telah dideklarasikan bersama seluruh komponen bangsa
hingga peserta dari Malaysia dan Brunei Darussalam di Magister Managemen
UGM Yogyakarta, 9 Mei 2010, maka lembaga EDAR telah membentuk Komunitas
Petani Gaharu (KOMPIGAR) di setiap desa untuk memulai program bersama
pembudidayaan gaharu secara akademis-profesional dan menanggalkan nuansa
magis-tradisional dan spiritual sempit tentang gaharu. Semua kelompok
tersebut berafiliasi dengan Konsorsium ‘Berlian Hijau’.
Sekitar
sepuluh tahun, berbagai upaya sedang dilakukan lembaga EDAR untuk
mendatangkan spesies gaharu ke NTT, di mana Flores sebagai pilot project
dan basis ‘EQUATOR Green Camp’ di NTT. Identifikasi spesies dan jamur
penghasil gaharu di NTT sudah diproses sejak beberapa waktu silam di IPB
dan LIPI. Teknik pembenihan, inokulasi, distilasi, dan pemasaran ke
manca negara merupakan kesatuan paket yang telah disiapkan lembaga EDAR.
Haruslah dicatat bahwa tidak semua pohon penghasil gaharu bisa
menghasilkan gaharu kelas tinggi dan dibutuhkan pasar. Ada gaharu
berkategori ‘gaharu palsu’ (black magic wood atau BMW) dan ‘gaharu
imitasi’ (fake). Karena itu, lembaga EDAR hanya mengembangkan gaharu
bergenus aquilaria sp dan gyrinops sp, yang terbukti bernilai ekonomis
tinggi. Kedua genus tersebut memiliki kadar gaharu tertinggi dan disukai
pembeli mancanegara, khususnya Timur Tengah.
Karena itu, genus
aquilaria sp yang sedang dan akan dikembangkan terdiri dari aquilaria
malaccensis, aquilaria agallocha, aquilaria secundana, aquilaria
filaria, aquilaria beccariana, aquilaria hirta, aquilaria microcarpa,
dan aquilaria crassna. Sedangkan genus gyrinops sp terdiri atas gyrinops
versteegii, gyrinops rosbergii, gyrinops moluccana, dan gyrinops
cuimingiana. Jadi, ada 12 spesies yang bisa dikembangkan di NTT.
Semua spesies pohon penghasil gaharu bisa tumbuh di lahan basah dan
lahan kering dengan ketinggian 0 m dpl s/d. 1.000 m dpl (di atas
permukaan laut). Walaupun termasuk tanaman yang tahan kekeringan, hidup
di bawah naungan, seperti di bawah palem, pakis, mahoni, pisang, dan
lain-lain yang membutuhkan kelembaban merupakan tempat favorit pohon
tersebut.
Selain NTT sebagai sumber bibit gaharu untuk genus
gyrinops versteegii dan gyrinops rosbergii, Kalimantan, Sumatera, dan
Jawa juga menyediakan spesies gaharu dengan harga bervariatif, yakni
kisaran Rp 7.500- s/d Rp 50.000/polibag. Setiap hektar dapat ditanam
sekitar 500 s/d 1.000 pohon gaharu dengan jarak tanam sekitar 3 m x 3 m.
Usia pohon 7 tahun s/d 9 tahun mampu menghasilkan gubal sekitar 2 kg
kelas ‘super’ per pohon.
Penentuan harga bergantung pada
kualitas gaharu. Gaharu kualitas rendah laku dijual Rp 5 juta per kg.
Sedangkan untuk gubal gaharu berwarna hitam atau kualitas terbaik laku
dijual Rp 15 juta s/d Rp 20 juta per kg, bahkan hingga Rp 100 juta per
kg. Fantastik!
Menanam pohon penghasil gaharu dan menghasilkan
banyak gubal diperlukan perawatan khusus, ilmu memadai, serta kajian
akademis. Saat pohon gaharu berumur sekitar 5 tahun s/d 7 tahun, pohon
tersebut perlu disuntik dengan jamur (inokulum) penghasil gaharu. Hingga
kini, fusarium sp (dengan 8 spesies) adalah jamur penghasil gaharu
paling cepat. Setiap pohon hanya memerlukan satu ampul jamur fusarium
sp. Spesies inokulum teraktif yakni fusarium lateritium dan fusarium
popullaria.
Identifikasi jamur akan dilokalisasikan dari
spesies pohon penghasil gaharu yang berada di NTT, bukan diadopsi dari
luar NTT. Jika tidak, maka pohon tersebut akan membusuk karena mendapat
inokulasi jamur dari locus lain, yang bisa saja terinfeksi mikroba
antarpulau, yang merusak produksi pohon itu sendiri. Kasus di Kalimantan
tahun 2009 menjadi pelajaran berharga karena beberapa hektar perkebunan
gaharu serentak membusuk lantaran pemiliknya mengimpor dan
menginokulasi jamur dari Jawa, yang tidak sesuai dengan karakter pohon
di pulau tersebut, walaupun jamur berspesies sama.
Terbentuknya
gubal gaharu setelah pohon tersebut terinfeksi jamur tertentu, seperti
fusarium sp. Akibat terinfeksi, maka pohon tersebut mengeluarkan
getahnya yang sangat harum. Getah tersebut menggumpal dalam batang kayu.
Setelah sekian lama, batang pohon menjadi gubal, yakni berwarna hitam
pekat dan harum. Pohon yang tidak terinfeksi jamur fusarium sp misalnya,
tidak akan menghasilkan gaharu.
Pemasarannya sangat mudah,
karena banyak pembeli siap menjemput petani yang memiliki gaharu. Banyak
eksportir berlomba mendapatkan gaharu dengan harga bersaing. Kini,
gaharu yang sedang beredar di pasaran, lebih banyak berasal dari
perburuan liar di hutan. Pencari gaharu terkadang tidak mampu membedakan
kayu yang bergubal dan tidak bergubal. Karena itu, semua spesies
aquilaria sp dan gyrinops sp ditebang tanpa sortasi. Akibatnya,
populasinya terancam punah.
Dalam pertemuan ke-13 Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora
(CITES Conference of Parties ke-13) di Bangkok, Thailand, 2-14 Oktober
2004, genus aquilaria sp telah dimasukkan dalam Appendix II. Artinya,
pohon tersebut layak dilindungi, dibudidayakan, dan dilarang penebangan
tanpa mengantongi surat izin dari CITES. Namun, karena tingginya nilai
ekonomis, maka penebangan terhadapnya tak tercegah.
Mengingat
tingginya nilai gaharu dan juga kelangkaannya, maka budidaya gaharu
semakin mendesak. Upaya membuat hutan aquilaria sp dan gyrinops sp bisa
dilakukan dengan mudah. Sebab tumbuhan kedua genus tersebut relatif
mudah dikembangbiakkan dan toleran dengan lokasi ekstrim sekali pun.
Apabila pemilik lahan tidur di NTT, entah lahan kering atau lahan
basah, mulai berbudi daya pohon penghasil gaharu, maka dalam kisaran 7
tahun s/d 9 tahun ke depan pemiliknya akan menghasilkan uang ratusan
juta hingga miliaran rupiah. Dibandingkan komoditas lain, gaharu adalah
peluang bisnis sangat menjanjikan hingga 12 abad mendatang. Karena satu
pohon usia dewasa dapat menghasilkan uang puluhan hingga ratusan juta
rupiah.
Inilah ‘berlian hijau dari Timur’, harta karun yang
terlupakan, yang mampu melahirkan pundi-pundi kemakmuran bagi orang NTT,
yang selalu saja berkutat pada masalah yang sama, miskin, miskin dan
miskin. Dalam kurun waktu 7 tahun s/d 9 tahun mendatang, tak ada lagi
alasan demikian. Jika tidak, sebaiknya sebuah batu kilangan diikatkan
pada lehernya dan dibuang ke lautan karena tidak bermanfaat bagi dirinya
dan orang-orang yang dicintainya. Apalagi spesies gyrinops versteegii
dan gyrinops rosbergii yang bermarkas di NTT sangat dicari negara Yaman
karena aromanya sangat disukai mereka. Tak heran jikalau beberapa waktu
lalu harganya mendekati Rp 100 juta per kg.
Hai,
saudari-saudaraku orang NTT, kau apakan lahan kosong mahaluas, yang
terbentang dari Manggarai Barat sampai Lembata, dari Sumba Barat Daya
hingga Sumba Timur, dari Rote Ndao sampai Belu? “Berlian Hijau’ yang
dulu tercecer sudah di genggaman Anda dan siap didulang dan diasah.
Selamat menuai ‘berlian hijau’ menuju kebebasan finansial (financial
freedom), kebebasan ekonomi (economic freedom), dan kebebasan sosial
(social freedom).*
Direktur EQUATOR Development Advisor,
Direktur Universe MUSIC EFFECT Consulting
Anggota Konsorsium
‘BERLIAN HIJAU’